annahape.com Setiap Agustus, rasa keindonesiaan muncul tegas di tempat tinggal kita masing-masing. Lewat kibaran bendera merah putih di pekarangan rumah. Sebelum tanggal 17 bulan delapan dan sekian hari sesudahnya. Sekedar wujud pelaksanaan kewajiban belaka. Atau langkah nyata merawat terus rasa bangga menjadi orang Indonesia? Cuma Anda yang paling tahu jawabnya.
“Bulan kemerdekaan” akan berganti dan merah putih kembali disimpan di almari. Lalu mungkin kita atau orang lain akan bertanya, masih terasa dan kelihatankah keindonesiaan di rumah kita?
Mari kita bicara tentang keindonesiaan dalam corak arsitektur rumah serta desain interior sebuah hunian. Di satu sisi ini persoalan pilihan selera. Tapi di sisi lain, langsung maupun tidak, ini berhubungan dengan karakter yang hendak dibangun dalam sebuah hunian.
Globalisasi memudahkan pengenalan kita kepada nilai dan bentuk-bentuk budaya dari luar. Termasuk langgam arsitektur dan desain interior. Seperti gaya arsitektur Romawi, Spanyol, Maroko atau pun Mediteranian. Tak ada yang salah.
Tapi budaya Indonesia pun tetap kaya. Bagi saya, kekayaan budaya Indonesia antara lain mewujud dalam berbagai corak arsitektur dan desain interior rumah-rumah tradisional. Corak arsitektur rumah tradisional merupakan sumber inspirasi arsitektur yang amat layak dipelajari, dipertimbangkan dan diolah kembali. Dengan terutama memerhatikan aspek fungsi.
Contoh paling sederhana ialah corak arsitektur rumah panggung. Seperti yang dapat kita jumpai di beberapa komunitas suku di Sumatera, Kalimantan maupun Sulawesi. Lihat misalnya di sini
Dari segi fungsi, jenis rumah panggung merupakan jawaban atas persoalan lingkungan. Yaitu ancaman binatang buas dan kemungkinan datangnya banjir.
Thinking loudly, bisa dipikirkan konsep arsitektur rumah panggung untuk beberapa wilayah pemukiman di Jakarta pelanggan banjir. Dan tentu area bawah rumah terbuka untuk berbagai kemungkinan eksplorasi desain. Mungkin gaya rumah dengan semi-basement atau split level dapat diperkaya dengan fondasi keindonesiaan.
Dalam beberapa tulisan, saya temukan ajakan untuk kembali menoleh kepada kekayaan budaya (arsitektur) Indonesia. Salah satunya berargumen, ini demi membuat lingkungan pemukiman dan kota menjadi berwajah Indonesia kembali. Setelah sekian tahun lamanya diseragamkan oleh daya gerak selera tunggal. (Baca juga Tip 76)
Tapi mengolah dan menerapkan corak arsitektur tradisional Indonesia, lau menjadi langgam arsitektur rumah kita bukan perkara mudah. Langkah ini tidak bisa instan. Kalau kita tak ingin menjadikannya sekadar tempelan.
Yang pertama perlu dilakukan ialah mempelajari betul latar belakang tumbuhnya corak-corak arsitektur tradisional tersebut.
Yang kedua, aspek fungsional perlu menjadi panglima penentu atas elemen-elemen arsitektur tradisional yang hendak dijadikan bagian dari arsitektur rumah Anda.
Ketiga, kombinasi antara langgam tradisional dan corak Indonesia kontemporer amatl mungkin dilakukan. Meskipun tingkat kompleksitas dalam perwujudannya boleh jadi lebih tinggi.
Keempat, sebagai inspirasi yang tak pernah kering, corak arsitektur tradisional Indonesia perlu diakrabi terus-menerus. Misalnya lewat pendokumentasian, baik visual maupun tertulis. Atau cara lain yang mungkin.
Dan pada akhirnya, ditangan para arsitek atau Anda sendiri: lahirlah desain-desain rumah berfondasikan budaya Indonesia. Semoga!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment